Pages

Wednesday, November 23, 2011

RESENSI NOVEL Katak Hendak Jadi Lembu



Judul : Katak Hendak Jadi Lembu
Pengarang : N. St. Iskandar
Terbitan : 1935
Halaman : 176 halaman
Cetakan : Kesebelas, 1995

Sinopsis :
Suria adalah seorang Manteri Kabupaten yang sangat angkuh. Ia sangat sombong dan gila hormat. Istirinya, Zubaidah sudah tak tahan tinggal dengan suaminya itu. Suria senang berfoya-foya. Itu pun dari uang Ayahnya Zubaidah, Hj. Hasbulah. Sebenarnya, Hj.Hasbulah ingin menikahkan anaknya itu kepada Raden Prawira, anak jaksa kepala. Tetapi, tiba-tiba Hj. Zakaria, ayah Suria memohon untuk menikahkan anaknya dengan anak Hj. Hasbulah. Karena Hj. Zakaria adalah sahabatnya, ia tak ingin membuat sahabatnya putus harapan, lalu ia kabulkan permintaan Hj. Zakaria. Zubaidah dulu, hanyalah gadis penurut. Ia menurut untuk di nikahkan oleh Suria.
Tetapi, pernikahan itu tidak membawakan kebahagiaan untuk Zubaidah. Setelah menikah, mereka di karuniai anak laki-laki bernama Abdulhalim, tetapi Suria meninggalkannya begitu saja. Ia meninggalakan mereka berdua selama 3 tahun. Setelah 3 tahun lamanya itu, Suria kembali kepada Zubaidah, hanya untuk meminta hartanya Hj. Hasbulah. Hingga kini, kehidupan rumah tangga Suria dan Zubaidah selalu di bantu oleh ayah Zubaidah. Walaupun Suria sudah berpenghasilan, dan menjabat Manteri Kabupaten.
Kini Suria sudah di karuniai 3 anak. Tetapi, ia sama sekali tidak punya perhatian kepada keluarganya tersebut. Gajinya saja di pakai untuk hal yang tidak perlu. Urusan rumah tangganya pun di serahkan kepada Zubaidah. Suria hanya mengandalkan uang kiriman mertuanya. Zubaidah malu dengan hal itu, dan mulai berhemat dengan hanya mempergunakan gaji suaminya itu. Tetapi, Suria tidak peduli dengan perbuatan istrinya, ia tetap berfoya-foya.
Di kantornya, ia pun angkuh dan sombong. Ia senang memerintah para pesuruh dengan seenaknya. Semua orang menghormati dia. Patih, Raden Atmadi Nata pun tau akan hal ini. Walaupun ia tau akan hal ini, tetapi ia tidak terlalu memikirkannya, karena Suria bekerja dengan baik. Di kantornya, Suria tidak pernah suka dengan anak emasnya patih, yang magang menjadi juru tulis. Raden Muhamad Kosim. Ia sering berlaku tidak sepatutnya kepada Kosim itu.
Suria pernah di undang oleh Hj.Junaedi ke rumahnya yang besar. Hj.Junaedi menyambutnya penuh sukacita. Tapi, setelah ia tahu bahwa Suria yang gila hormat itu, dan sering menjelekan Kosim. Ia pun menjadi sebal dengan Suria.
Karena Suria senang berfoya-foya. Akhirnya kebutuhan rumah tangga menjadi semakin tidak terpenuhi. Zubaidah telah memperingatkan Suria untuk berlaku, hemat. Tetapi, tetap saja tidak di hiraukannya. Ia mengatakan, bahwa kebutuhan rumah tangga bisa di dapat dari mertuanya, tapi sayang. Mertuanya itu sedang dalam keadaan tak punya uang. Walaupun sudah di paksa, tetap saja ia tak mau, dan akhirnya Suria memilih untuk menjadi Klerk yang gajinya lebih besar.
Ia pun merayakan, jabatannya yang akan berubah dari Manteri Kabupaten, menjadi Klerk. Ia membeli barang yang tidak perlu, karena ia berpikir. Bahwa gaji Klerk nant i akan memenuhi kebutuhannya.
Setelah menunggu beberapa minggu tentang hasil surat yang di berikan Suria untuk mengubah pekerjaannya, ternyata hasilnya adalah nihil. Suria tidak menjadi Klerk, dan yang menjadi Klerk adalah Kosim. Betapa malunya ia saat itu.
Setelah tahu, bahwa ia tak menjadi Klerk. Hutangnya semakin bertumpuk. Karena barang-barang yang tidak di perlukan itu adalah barang kreditan. Para penagih hutang terus menerornya. Akhirnya ia menyerah, dan meminta bantuan kepada sahabat-sahabatnya. Tetapi, tak ada yang mau menolongnya. Akhirnya, ia memakai uang kas pemerintah untuk menutupi hutangnya. Karena hal itu, Suria memberhentikan diri.
Suria memilih tinggal bersama Abdulhalim, yang sudah menjadi amtenar di Bandung. Padahal Zubaidah tidak ingin menyusahkan anak sulungnya itu. Ia lebih baik tinggal bersama orang tuanya di Tasik. Tetapi, keras kepala Suria yang sudah di berhentikan dari jabatannya tetap saja tak mau mengalah. Akhirnya mereka pindah dari Sumedang ke Bandung tanpa meninggalkan hutang sedikit pun.
Walaupun sudah tinggal menumpang, Suria tetap saja bersikap angkuh dan merasa ia berada di rumahnya sendiri. Seenaknya menyuruh orang, dan mendapat uang pula. Itu pun uang anaknya sendiri, yang sudah berumah tangga bersama anak kepala jaksa, Sutilah.
Kelakuan Suria semakin menjadi-jadi, hingga akhirnya istirnya meninggal. Abdulhalim yang tak tahan dengan kelakuan ayahnya itupun, mengusir Suria. Suria pun yang merasa sudah terhina, meninggalkan anaknya itu. Ia merantau ke Jakarta, dan akhirnya ia kembali pulang ke rumah orang tuanya di desa Rajapolah. Disana ia tinggal bersama Mak Iyah, ibunya. Tetapi, setelah beberapa hari ia tinggal. Ia pergi dan tak kembali lagi. Ia pergi entah kemana.

Unsur Intrinsik
Tema : Moral
Tokoh/Watak : Suria : Sombong, Angkuh, Egois
Zubaidah : Sabar, Baik, Penurut
R. Muhamad Kosim : Baik, Ramah, Memperjuangkan Haknya, Sabar
Suminta : Baik, Ramah, Sopan, Penurut, Bijaksana
Patih R.Atmadi Nata : Baik, Bijaksana
Abdulhalim : Baik, Ramah, Sopan, Sabar
Sastrawijaya : Baik, Bijaksana
Hamzah : Baik, Bijaksana
Hj.Junaedi : Baik, Sopan, Ramah, Penolong
Hj.Zakaria : Pemaksa
Hj.Hasbulah : Baik
Khadijah : Bijaksana, Baik, Ramah, Sopan
Raden Natanegara : Penolong, Ramah
Guru Wijaya : Baik
A. Jasen : Baik
Latar : Tempat : Kantor (ketika Suria sedang bekerja)
Rumah Suria (ketika Suria sedang duduk santai)
Kamar Tulis (Ketika Suria sedang menghitung hutangnya)
Ruang Tamu (Ketika Zubaidah menyambut tamunya, Khadijah)
Rumah Patih (Ketika memperundikan perkawinan Kosim dengan Fatimah)
Rumah Hj.Junaedi (ketika Suria datang berkunjung)
Rumah Bola (Ketika Suria sedang bermain karambol)
Pasar (Ketika sedang terjadi lelang)
Rumah Abdulhalim (Ketika Suria menumpang di rumah anaknya)
Kedai Kopi (Ketika Suria sedang beristirahat di Jakarta)
Rumah Mak Iyah (Ketika Suria tinggal di rumah ibunya)
Sawah (ketika Suria melihat bayangan Zubaidah)
Waktu : Pagi (Ketika Suria berangkat kerja)
Siang (Ketika Suria meminum es, di siang hari)
Sore (Ketika Suria bermain karambol)
Malam (Ketika Suria tidur)
Suasana : Mencengkam
Haru
Bahagia
Sudut Pandang : Orang Ketiga
Amanat : Jangan sombong, angkuh
Jangan memaksakan kehendak
Jangan boros / Jangan suka berfoya – foya
Harus patuh pada orang tua
Sabar dalam menghadapi cobaan / Masalah
Gaya Bahasan : Masih menggunakan bahasa melayu dan terdapat banyak majas. Banyak kata-kata yang kurang efektif, hingga membuat pembaca menjadi bingung.


No comments:

Post a Comment